Ortho K, Atasi Kelainan Refraksi Miopia

Ortho K, Atasi Kelainan Refraksi Miopia

Miopia merupakan kelainan mata yang paling kerap diderita. Pasien yang tidak mampu menjalani terapi LASIK, ortho k mampu menunjang menormalkan kelainan refraksi.

Miopia atau rabun jauh adalah kelainan refraksi, di mana cahaya sejajar yang masuk ke mata jatuh di depan retina. Bentuk bola mata terlalu lonjong, dari depan ke belakang. Penelitian National Eye Institute menyatakan, th. 1971 – 1972 kurang lebih 25% usia 12-54 th. menderita miopia. Terjadi lonjakan th. 1999-2004, jadi 41,6%. WHO lewat Global Data on Visual Impairment 2010 menyatakan, kurang lebih 285 juta orang di dunia (4,24%) mengalami problem penglihatan; 42%-nya problem refraksi terapi Orthokeratology .

Penyebab utama peningkatan ini terkait dengan kelelahan mata, akibat pemakaian komputer dan pekerjaan lain yang memerlukan penglihatan dekat, disertai faktor keturunan. Menurut dr. Cicilia Hendarmin, SpM, dari RS Gading Pluit, Jakarta, tatalaksana standar miopia adalah manfaatkan kaca mata, lensa kontak dan operasi.

Khusus lensa kontak, terbagi jadi soft lenses dan hard lenses. Soft lenses punya keuntungan nyaman digunakan dan mata gampang beradaptasi. Tidak memengaruhi lengkung kornea, dan juga menempel ketat di bola mata supaya partikel sulit masuk. Di satu sisi membawa kerugian, seperti tidak mampu dipakai didalam pas lama, hawa tidak mampu masuk & keluar, tidak mampu mengoreksi silinder, gampang kotor, memicu mata kering. Dan, risiko alergi tinggi.

Dengan hard lenses, keuntungannya lebih awet dan tidak mahal dibanding soft lenses didalam pas lama. Mudah dibersihkan, memperlambat miopia, memberi penglihatan lebih jelas. Kekurangannya mata memerlukan pas lama untuk beradaptasi.

“Sesaat kita manfaatkan hard lenses, tidak mampu langsung mengoreksi mata. Baru berjam-jam kemudian memberi hasil maksimal. Berbeda dengan soft lenses, di mana koreksi mata langsung berjalan pas dipakai,” papar dr. Cicilia.

Pada tatalaksana kelainan refraksi dengan operasi, LASIK (laser in situ keratomileusis) jadi primadona. LASIK manfaatkan “pisau” cahaya laser untuk membentuk flap, kemudian laser digunakan untuk membentuk kornea; mengoreksi kelainan refraksi.

“Selain LASIK saat ini tersedia tehnik baru, orthokeratology. Jika kornea diibaratkan tumpeng, tekonogi LASIK memotong pucuk tumpeng, pas orthokeratology tumpengnya dipadatkan, dicetak seperti yang kita mau,” katahnya.

Ortho K

Orthokeratology (ortho k) merupakan terapi tanpa operasi, manfaatkan lensa kontak khusus. Bertujuan membentuk kornea pas waktu, supaya penglihatan membaik tanpa kaca mata maupun lensa kontak selama hari (di siang hari). Sebelumnya dikerjakan pemeriksaan topografi kornea, untuk memberi saran pencetakan lensa kontak ortho k.

“Lensa kontak ini cuma dipakai pas pasien tidur malam. Besok paginya dilepas, dan pasien mampu dengan memahami tanpa kaca mata atau lensa kontak. Bila pemakaian ortho k dihentikan, kornea bakal membal lagi. Selain untuk miopia, mampu dipakai pada kasus astigmatisma,” tambah dokter lulusan Universitas Tarumanagara, Jakarta ini.

Penutupan kelopak mata pas tidur (minimal 6-8 jam) menunjang penekanan ortho k ke kornea. Perbaikan mata (kembali ke ukuran 0) pada mata minus (-) 4, memerlukan pas kurang lebih 3 hari. Pada kelainan refraksi yang lebih berat (> minus 6) kudu pas kurang lebih satu bulan, untuk mampu menyaksikan normal.

Dengan ortho k, wujud kornea mampu bertahan 12-13 jam. Setelah itu kornea bakal ulang ulang ke ukuran sebelumnya. Alat ini cuma dipakai di sedang bola mata, tidak serupa dengan soft lenses yang menutup semua anggota depan mata, supaya tidak menyebabkan kekurangan oksigen.

Walau memberi kenyamanan lebih dan menghalau kebutuhan bakal lensa kontak, LASIK punya kelemahan. Umur sekurang-kurangnya pasien 18 th. disertai kelainan refraksi yang stabil, selama sekurang-kurangnya 2 tahun. Selain itu, tidak tersedia jaminan hasil sempurna. Terutama tersedia risiko komplikasi yang menetap, seperti silau, nampak cahaya halo kurang lebih lampu, mata kering, penurunan tajam penglihatan, atau sensitivitas kontras.

Ortho k, tutur dr. Cicilia, mampu untuk semua usia (8-65 tahun). Menjadi terapi alternatif bagi yang terlalu muda untuk prosedur LASIK, dengan ukuran refraksi konsisten berubah. Dan, bagi yang berasumsi lensa kontak tidak praktis. Tidak menyebabkan dampak samping. Jika pasien tidak senang dengan hasilnya, mampu menghentikan pemakaian ortho k dan ulang memakai kaca mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *